AMBILLAH hikmah dari mana pun datangnya. Setiap peristiwa bisa menjadi pelajaran berharga. Cermin hidup ada di mana-mana, di sekeliling kita, bisa dari kalangan keluarga, kolega, sahabat, atau bisa jadi dari seseorang yang kita anggap sebagai musuh.
Basuki Tjahaja Purnama yang populer disapa Ahok adalah salah satu cermin hidup itu. Dan cermin itu tersaji dalam tulisan karya Jeffrie Geovanie yang ada di tangan pembaca saat ini. Ini merupakan buku kedua tentang Ahok oleh penulis yang sama.
Pencitraan merupakan hal penting dalam kontestasi politik. Misalnya pada saat kampanye, bagaimana cara berbicara, cara memilih materi berikut ungkapan-ungkapannya, diksi, bahkan penyampaian joke harus pada waktu dan tempat yang tepat. Kalau tidak, joke akan menjadi garing, tidak lucu dan konyol.
Bagaimana cara berdiri yang tepat, berada di tengah, di sayap kanan atau kiri saat tampil di panggung, sangat penting untuk diperhatikan. Perlukah memakai teleprompter, atau cukup dengan contekan di tangan. Dengan podium, atau tanpa podium.
Jika tampil di panggung indoor atau malam hari, pencahayaan dan pernik-perniknya juga harus diperhatikan agar semuanya tampak sempurna.
Makin ciamik penampilan sang kandidat di panggung kampanye, makin besar kemungkinannya menarik suara, terutama dari kalangan swing voters yang belum menentukan pilihan.
Yang juga penting, agar tidak terkesan terlalu serius, seorang kandidat harus bisa menyanyikan lagulagu yang tengah hits terutama di kalangan anak anak muda. Dengan begitu, pada saat didaulat untuk bernyanyi di muka umum bisa memilih lagu tersebut dan menyanyikannya dengan baik, meskipun jangan lupa, pada saat di awal, sebelum bernyanyi, harus pura-pura tidak bisa. "Sandiwara" ini dijamin akan membuat publik makin kagum dan menganggapnya humble, down to earth.
Itulah antara lain, cara mengatur pencitraan seorang kandidat yang berlaku umum, yang dilakukan oleh konsultan politik. Kandidat yang ilmunya paspasan bisa tampak sangat pintar setelah dipoles konsultan politik yang mumpuni dan berpengalaman. Di tangan konsultan politik, kandidat bisa dimake over sesuai dengan kebutuhan.
Dan setelah terpilih, dalam menempuh kebijakan politik apa pun, tidak boleh mengabaikan faktor popularitas. Langkah politik yang tidak populer akan membuatnya jeblok di mata publik, meskipun langkah itu mungkin sejatinya sangat dibutuhkan masyarakat luas. Sesuatu yang dibutuhkan, tidak selalu populer dan menguntungkan secara politik.
Tapi Anda boleh setuju, boleh tidak, sebagaimana tertuang dalam buku ini, Ahok merupakan sosok yang unik, atau lebih tepatnya anomali. Banyak dalil
politik yang berlaku bagi orang lain tapi tidak bagi Ahok. Atau sebaliknya, tidak berlaku bagi orang lain tapi berlaku bagi Ahok.
Saat politikus lain sangat peduli dengan pencitraan, Ahok lebih memilih tampil apa adanya, tidak mau dibuat-buat.
Saat politikus lain mencari-cari pembenaran untuk mendukung gagasan atau tindakan yang telah ditempuhnya, Ahok lebih memilih jalan yang menurutnya benar dan tidak peduli jika ternyata jalan itu dianggap salah oleh orang lain.
Kebijakan yang sangat kontroversial sekali pun akan dia tempuh jika bisa membuat masyarakat maju dan sejahtera. Yang penting, kebijakan itu tidak
bertentangan dengan konstitusi. Baginya, konstitusi sudah "harga mati" dan, katanya, dia rela mati demi
membela konstitusi.
Itulah Ahok, maka sangat tepat jika buku ini diberi judul "Ahok Melawan Arus". Ahok memang melawan arus besar perpolitikan nasional. Semoga buku ini bisa menjadi cermin yang bagi Anda, para pembaca. Ambillah yang Anda anggap positif, dan abaikan yang menurut Anda negatif
Salam.
Penerbit Media Baca
Baca Online
Post a Comment